Jumat, 12 Juni 2020

My lovely mama

#maasyaa Allah tabarakallah

Ia manusia yg selalu penuh dg semangat. 
Sekitar tahun 2014 silam, tepatnya awal ramadhan beliau terkena stroke dan sebagian badannya lumpuh. Awalnya kami pesimis melihat kondisinya, bicara saja tak jelas dan ke kamar mandi pun harus di papah. 
Tapi, karena beliau adalah pribadi yg sangat semangat jadilah progres kesembuhannya meningkat pesat. 
Meski sampai saat ini tangan sebelah kanan tak bisa seoptimal dulu tp tangan kirinya mengambil alih fungsi tangan kanan dg sangat baik. Maasyaa Allah. 

Setiap pengobatan yg dianjurkan beliau lakoni dg baik. Awalnya rutin ke dokter syaraf. Tapi karena setiap kunjungan membawa hadiah sekantong yg cukup besar obat2an kimia kami menjadi risih. Jadilah mulai beralih dg pengobatan herbal plus alternatif seperti bekam salah satunya. Syukurnya progresnya positif. Bahkan beliau jadi lebih aktif. 

Alhamdulillah, mama mmg pribadi yg cakap. Setiap pantangan makanan dihindari sebisa mungkin. Tak jarang berbagai jenis menu yg beliau sendiri masak bahkan terkadang tak disentuh sama sekali alasannya simpel "takut kolestrol naik". Saking gemesnya biasa justru anak-anaknya yg akan merayu "ndak apa-apa ji mam kalau sedikit"πŸ˜…

Tak sampai disitu.. Setiap kali ada kenalan yg terkena stroke pun mama tak segan untuk memberi motivasi kpd mereka. Mulai dari semangat untuk melawan stroke sampai tips latihan2 kecil yg sudah dilakoninya selama bertahun-tahun. 

Intinya sakit itu ndak boleh dimanja kata mama, mama itu paling ndak suka kalau digandeng-gandeng tangannya. Kata mama "bisa ja' saya jalan sendiri"😁 satu hal yg pernah kutanyakan ke mama "kenapa ki semangat sekali ma?" apa jawabnya ??? "masih mauka liat anak cucuku lebih lama" 😒  

Hafidzahallah mama sayang..
Semoga Allah senantiasa menjagamu dalam sebaik-baik penjagaan. 
Mama terhebat, terkuat, ter..ter..ter..pokoknya.. πŸ’•πŸ’•
Btw, apa kesukaannya mamakku? 
Suka i jalan-jalanπŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†
Cobami ajak i jalan, na lupai segala beban hidup yg adaπŸ€—πŸ€—πŸ€—

25 april 2019

Rabu, 10 Juni 2020

Sekarang aku baru tersadar....
Sungguh.. Aku menyayangimu ayah.. :)

mungkin masa kecilku tak bisa ku habiskan seperti anak2 kecil pada umumnya, bermain bersama ayah, jalan2 ke taman itu sungguh jauh dr impianku... Ayahku seorang yg tegas dan tak jarang wajahnya begitu sangar bahkan terhadap anaknya sendiri... Dan ku akui, beliau seorang pekeerja keras sebelum ia terjatuh dalam keputus asaan yg berkelanjutan..

Perlahan aku menginjak remaja, ayah mulai sakit2an dan ia lebih sering berada di rumah namun aku merasa kehangatan itu masih belum ada.. Justru aku sering marah, kenapa ayahku sangat keras??membatasi pergaulanku, Tak di perbolehkannya untukku jalan2 bersama teman2ku, terlambat pulang ke rumah usai sekolah, apalagi sama yg namanya pacaran?? Jangan coba...
Baginya kami tak boleh bermain2 dalam belajar, ia selalu beujar.. '' manfatkan kesemptanmu dg sebaik2nya sebab kami dahulu tak memiliku kesempatan yg sama''

yah.. Pernyataan beliau yg selalu membekas.. Dan benar, ayahku dahulu seorang anak lelaki yg cerdas namun kesempatan tak datang kepadanya.. Ia tak mendapatkan kesempatan u/ bersekolah dg paksaan kakekku yg beranggapan sekolah itu tak penting!!!
Tapi, satu yg ku saluti dari beliau.. Baginya ilmu bisa di dapat dimana saja..

Ayahkupun bukan seorang ahli ibadah, tapi aku selalu heran mengapa kami selalu di suruh menjaga sholat 5 waktu, tadarrusan sedang beliau?? 5 waktu juga jarang kulihat..

Dan yg paling aku tak mengerti..
Saat aku di bangku SMA, terlalu sering bagiku marah padanya dg sebab yg bagiku aneh, aku di larang belajar terus!!! Sampai pernah beliau beurucap belajar cukup di bangku sekolah!!

Ayah.. Aku bingung denganmu...

Sampai...
Saat aku beranjak pergi untuk melanjutkan studiku ke jenjang perkuliahan.. Kau turut mengantarku di pelabuhan dg salam perpisahan '' belajar yg baik''...

Dan kini...
Semua jawaban atas pertanyaanku ttgmu terjawab sudah...

Kau membatasi pergaulanku karena kau tak ingin aku jatuh dalam kehancuran pergaulan bebas...
Kau tak membiarkanku jalan2, pulang telat karena kau ingin aku selalu dalam pengwasanmu..
Kau tak ingin aku pacaran karena kau tak ingin aku terjembab oleh rayuan lelaki yg tak bertanggung jawab juga ingin menjagaku dari zina...

Kau ingin ank2mu menjaga sholat 5 waktu sebab kau ingin hubungan kami bersama Allah tak terputus.. Dan karena kelak kami pun yg akan menjadi penentu bagimu juga ibu ttg kehidupan yg selanjutnya..

Dan perihal belajar, baru saja aku tersadar setelah jauh2 menganalisa.. Rupanya kau ingin kami belajar bekerja dari ibu yg saat itu telah menjadi tulang punggung sejak kau sakit..
Lebih tepatnya kau tak ingin masa muda kami, kami lewatkan begitu saja tanpa ada yg namanya kerja.. Kau tak ingin kami menjadi sosok yg kuat akal namun lembek kerja..
Kau tak ingin kami hanya terfokus pada ilmu yg di dapat dari sekolah.. Hingga kami lupa akan ilmu penunjang kehidupan lainnya..

Ayah...
Kini, sehari tak ku hubungi dirimu.. Kau gusar :), namun, setiap kali telepn berdering lebih sering suara ibu yg kudengar.. Tapi aku tahu, kau selalu ada di balik ibu tuk mendengar kabar kami..

Dan di saat adikku pergi utntuk selama2nya kau tak tampak sedih di hadapan khalayak..
Namun, di celah2 prosesi pemakaman kau menitikkan air mata yg mungkin sepersekian detik cepat kau usap agar tak terlihat orang...

Ayah..
Terima kasih.. ^^
kini, aku telah tumbuh menjadi seorang gadis yg kuat, paham akan nilai2 hidup, menjaga hubungan baik dg Rabbku serta masih dan masih akan terus belajar seperti keinginanmu..

Ayah...
You r the best..
And will always be the best... ^^

Sabtu, 28 September 2013

'' in memorian, my dad''


Sungguh takdir Allah tiada yang tahu, tiada pula yang dapat mengubahnya.

Hari itu tepatnya minggu, 01 september 2013 kakakku yang nomor dua syahraeni(eni) melangsungkan walimahannya. Semua berjalan manis, suka cita dan bahagia. Acara berlangsung dari malam minggu (acara mappacci di rumah) , acara siang akad nikah sekaligus resepsi wanita di gedung lasharan garden hingga berlanjut ke malam senin(resepsi lelaki)  di hotel horison. Semua proses walimahannya di langsungkan di makassar. Acara  tersebut cukup meriah walaupun sangat melelahkan. Bisa di bilang saat berlangsungnya walimahan, ayahku adalah orang yang paling bersuka cita, di sapanya semua tamu yang ia temui dengan baik saat mendampingi kakakku di pelaminan. Beliau di dampingi ibuku tampak begitu bersemangat mengikuti seluruh proses walimahan kakakku tanpa memperdulikan kesehat
an dirinya.
Tampak saat acara siang di gedung lasharan ayah mulai kelelahan. Namun, ia berusaha untuk menutupinya hingga acara siang selesai. Usai acara siang, rombongan wanita bergegas pergi ke rumah mempelai pria (marolla), ayah juga pergi bersama  ibu dan yang lainnya. Hingga pulang sekitar pukul 16.30 WITA. Tiba di rumah kembali kami bersiap-siap karena harus kembali ke acara resepsi pria di hotel horison. Bisa di bayangkan bagaimana letihnya waktu itu. Namun, anehnya ayahku bersikeras ingin pergi ke hotel padahal kami semua sudah memberitahunya agar beristirahat saja di rumah. Beliau beralasan kalau dirinya mungkin di butuhkan disana sehingga harus pergi.
Di hotel, ayahku Cuma sekitar 5 menit mendampingi ibu di pelaminan. Rupanya beliau kelelahan, di tambah rasa ingin terus buang air karena sebelum berangkat rupanya ia merasa sedikit sakit di bagian bawah perutnya(sepertinya ginjalnya bermasalah lagi) jadi beliau meminum obat yang  berefek ingin terus Buang air kecil. Setelah datang dari toilet beliau jalan-jalan di pelataran hotel kemuadian kembali masuk dan menikmati segelas es buah. Saat sedang menikmati es, beliau melihat kami yang sedang duduk di pojokan, beliau menghampiri kami dan duduk bercerita dengan kami. Beliau mulai bercerita dengan mimik bangganya bahwa ia dari pelataran dan melihat foto eni terpampang di layar besar pinggir jalan bersama suaminya. Beliau juga bercerita habis melihat foto-foto eni yang terpampang di bingkai besar depan pintu masuk hotel. Namun, kami tak begitu menggubrisnya karena kami sudah sangat kelelahan.
tak lama setelah itu, ibupun juga turun dari pelaminan karena mulai lelah, kamipun meminta izin pamit pulang. Dan sempat berfoto juga bersama mempelai sebelum pulang kecuali ayah yang memang sudah sangat kelelahan.
Usai keluar dari hotel, kami langsung bergegas menuju jalan raya menunggu jemputan mobil. Saat menunggu, ayahpun masih sempatnya sedikit berceloteh. namun kembali, kami tak begitu menggubrisnya. Herannya, Ia masih sangat bersemangat padahal wajahnya sudah tampak sangat kelelahan. Dan hampir di selama perjalanan menuju rumah beliau terus berbicara yang sedikit membuat kami anak-anaknya berpikir apa ayah betul-betul tak kelelahan??
(saking malasnya).
sesampai di rumah aku langsung mencari pembaringan, ayahku dan yang lainnya masih sempat bercerita di teras rumah dengan asyiknya. Sesudah itu beliau ke dapur dan menikmati rendang buatan ibu. Sempat di tegur ibu ‘’ nanti kolesterol naik tuh makan rendang’’, tapi ayah langsung menjawab’’ lebih tinggi tuh kolesterol udang’’ melihat ibu sedang menikmati udang goreng.
setelah menyelesaikan makanannya ayah masuk ke kamar untuk tidur seperti hari-hari lainya. Aku yang sudah pulas tidur di tempat yang biasa ti tiduri ayah di bangunkan untuk pindah ke kamar sebelah, aku menyetujuinya.
tapi rupanya beliau hanya sebentar saja kemudian beliau berpindah ke ruang tamu dan tidur di dekat ibuku yang kebetulan lagi terbaring disana bersama anggota keluarga yang lain.
Tak biasanya memang, untuk pertama kalinya sejak datang ke makassar ayah mau untuk tidur di ruang tamu bersama ibu. Padahal  di hari-hari lainnya beliau selalu di kamar sendirian. Ayah terbiasa sendiri sebab jarang ada yang mau menemaninya tidur disebabkan dengkuran yang ia keluarkan karena sesak nafas dan itu mengganggu orang yang tidur di sebelahnya.
Hingga tepat pukul 02.00 WITA dini hari kami semua terbangun, mendengar ayah yang sesak nafas juga tak sadarkan diri disertai kejang-kejang juga muntah. Dari kondisinya kami meyakini beliau terkena stroke. Karena minimnya pengetahuan akan pertolongan pertama bagi penerita stroke kami hanya melakukan tindakan yang di ketahui seadanya seperti menusuk jarum yang sudah di sterilkan ke jari-jari beliau, namun tak satupun tusukan jarum yang mengeluarkan darah. Ayah juga belum menyadarkan diri kami bertambah panik setengah jam berselang di bawalah ayah oleh om,kakak serta ibuku ke RSUD Daya dekat dari rumah. Sesampai disana, rupanya perlengkapan medis tak memadai beliau pun di rujuk ke RSUD wahidin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Aku di rumah menangis, aku mencoba tenang, dan yakin semua akan baik-baik saja sebab pernah kejadian yang sama terjadi beberapa bulan silam namun hanya beberapa menit kemudian ayah kembali normal hanya saja yang membedakan kali ini adalah ayah mengeluarkan muntahan. Setelah beberapa saat aku mengobrol dengan tanteku, akupun di suruh untuk lekas kembali tidur agar tidak kelelahan dan bisa menjenguk ayah keesokan harinya.
 Pukul 10.00 WITA pagi, kakakku wana pulang dari rumah sakit. Aku di suruh kakak untuk mengantarkan ibu makanan. Aku pun pergi ditemani adikku. Sesampai di sana ternyata ayahku masih berada di UGD RSUD tersebut. Aku maklum karena rumah sakit tersebut menjadi rumah sakit rujukan untuk kawasan Timur indonesia jadi sudah sewajarnya pasien banyak yang mengantri di UGD untuk mendapat ruang perawatan dalam kamar. Rupanya ayahku masih tertidur. Ada ibu di sampingnya. Kutanyakan pada ibu bagaimana kondiri ayah, ibu bilang ayah belum dapat berbicara dan membuka matanya tapi beliau sudah ada respon dengan sedikit bisa memainkan alisnya. Alhamdulillah pikirku. Sejujurnya aku masih belum tenang bagaimana aku bisa tenang melihat ayahku dalam kondisi seperti itu. Tak berapa lama  datang kakakku yang baru melangsungkan pernikahan bersama suaminya k’anchu juga nenek dan tante-tanteku yang lain(kakakku memang baru di beritahu saat pagi kalau ayah di larikan di rumah sakit karena tak ingin mengganggu masa bahagianya dulu).
Secara bergiliran keluargaku masuk satu persatu menjenguk ayah, mendoakan ayah dan hampir tak ada yang tak mengeluarkan airmata melihat kondisi ayahku saat itu terutama nenekku(ibu dari ayahku). Usai mereka menjenguk mereka pun pulang, aku mendapat tugas menjaga ayahku. Beberapa menit berselang datang kakak lelakiku anwar untuk menemaniku. Saat kami menjaga, bebrapa kali datang dokter untuk memeriksa atau sekedar mengontrol kondisi ayah. Dan saat yang paling memberatkanku adalah ketika ayah harus di pasangi keteter (alat bantu buang air kecil), entah mengapa sangat sulit dilakukan bahkan utnuk kali ketika pemasangannya pun di batalkkan karena melihat ayahku begitu kesakitan ketika alat tersebut di kenakan. Tak hanya itu ayahpun juga dipasangi selang makanan yang dimasukkan melewati rongga hidung hingga masuk sampai ke bagian perut ayahku. Awalnya sedikit kesusahan namun alhmadulilah akhirnya dapat terpasang dengan arahan perawat yang terus menyemangati ayah juga kami.
Kami berdua menjaga ayah dengan sesekali kami melihat ke sekeliling yang rupanya juga prihatin melihat kondisi ayahku, tak terkecuali para medis satu persatu hilir mudik mengecek kondisi ayah.
keadaan tak berubah hingga aku di ganti oleh kakak perempuanku 2 orang (ayu dan wana). Aku ke rumah untuk beristirahat. Di rumah beberapa kali kami menghubungi kakakku untuk menanyakan kondisi ayah ternayata jawabnya pun sama, tak ada yang berubah padahal hasil labnya sudah keluar.
Malam hari, aku, ibu,adekku  serta beberapa anggota keluarga yang lain kembali bergegas ke rumah sakit. Sesampai disana kembali satu persatu kami masuk menjenguk ayah, aku melihat ada tambahan lagi pendeteksi detak jantung tertempel di dada ayah, aku makin tak karuan, bagaimana tidak siang tadi saat aku jaga aku melihat bagaimana hidung ayah di masukkan selang untuk menyalurkan makanan, keteter yang begitu menyiksa ayahku dan baru bisa di pasang pada percobaan yang ke empat itupun di lakukan oleh 3 orang dokter, padahal biasanya perawat biasa pun bisa melakukannya. ‘’Semoga semua baik-baik saja yaa Robb..’’ desirku dalam hati.
Ayu dan wana pamit pulang duluan, di ganti ibu dan yana adekku. Aku sempat sedikit berbicara sama ayah walaupun tak ada lagi respon seperti siang tadi, ingin rasanya aku menangis. Aku menyampaikan salam dari nenekku yang kebetulan malam itu harus pulang ke kampung. Kemudian aku pamit pulang karena besok harus kuliah. Rupanya ayahku tak merespon lagi, yaa Robb... jagalah ayahku pikirku saat itu.
Usai menjenguk kami tak langsung ke rumah, kami di ajak k’anchu pergi sedikit refreshing sekaligus mengisi perut di luar kemudian kembali ke rumah dan beristirahat.
 Dan tepat pukul 01.30 hp k’wana berdering, rupnya telepon dari adekku yana. Setelah sebelumnya perasaan tak mengenakkan menganggu tidurku sama persis persaanku saat akan berangkat bersama ayah ke acara resepsi di hotel malam itu. Ia mengatakan kondisi ayah menurun drastis dan kami harus segera kesana, jantung ayah berdetak tidak dengan sewajarnya sehingga tim medis segera bertindak dengan cepat meminta izin kepada ibu agar ayah di pasangi alat pacu jantung karena menurut dokter ayahku sekarang berada pada kondisi TERBURUK DARI YANG TERBURUK dan dengan alat pacu jantung ini harapan yang diberikan pun kecil, namun jika tidak segera di pasangi akan lebih membahayakan lagi. Oleh sebab itu ibu dengan pertimbangan cepat dan mengharapkan yang terbaik akhirnya menyetujuinya.
Tubuh ini langsung melemas mendengar penuturan dari adekku itu, dengan tangan gemetar ku raih kunci motor di tempat gantungan dan segera melaju bersama ayu ke rumah sakit disusul keluarga yang lain dengan memakai mobil.
Sesampai di sana, ternyata ayahku sudah di ruang khusus di kelilingi tim medis dengan semua alat-alat medis lengkap terpasang di tubuhnya. Kulihat dengan tenang wajah ayahku kami semua menangis, detak jantungnya mulai menurun, kulihat di layar monitor dari 90 beranjak pelan ke 95 kemudian terus turun hingga 70. Yaa Robb.. aku kalut, tak berapa lama datanglah semua anggota keluargaku adekku dika sempat dilarang masuk karena ia masih di bawah umur tapi karena alasan ayahku sedang  sakaratul maut akhirnya di ijinkan masuk oleh penjaga keamanan. Disaat Semua  keluarga sudah berkumpul rupanya kakakku anwar belum terlihat, ternyata ia sedang di kosan temannya untuk tidur karena memang ia belum sempat tidur sejak ayahku di larikan ke rumah sakit, berkali-kali di telpon justru tak di angkat, akhirnya ayu menelpon teman kakakku yang di jakarta setelah itu temannya itu yang menghubungi temannya yang lain untuk memberi kabar kakakku.
kami bertambah kalut, ibu berupaya melepaskan bantuan oksigen di mulut ayah yang menurutnya tak membantu. Karena menurutnya ayah sudah tak ada harapan lagi dan justru menyusahkan ayahku dalam menghadapi sakaratul mautnya, tapi kami melarang, sedang kakakku ani mulai menuntun ayahku untuk  mengucapkan ‘’laa ilaaha illallah’’ terus menerus.
 Kondisi ayah semakin memburuk, tim medis mulai menyingkir memberi kami keleluasaan untuk menuntun ayah hingga kami melihat pada layar monitor detak jantung ayah 0 yang mana berarti ayahku telah di ambil kembali oleh penciptanya. Tim medis kemudian dengan cepat kembali berkumpul, ada yang memompa dada, menyutikkan obat ke (maaf) bagain belakang bawah ayahku yang mnurutku percuma meski sempat detak jantungnya kembali terbaca di monitor tapi ayah sudah tak bergerak lagi. Ayahku telah pergi.  Detak jantung yang kembali terbaca itu hanyalah reaksi obat-obatan yang di suntikkan.
Di tengah kesedihan itu, kakakku anwar datang dengan ekspresi penyesalan dan berdiri di samping tubuh ayah yang sudah tak ber ruh lagi. Ia kemudian mencoba menenangkan ibu yang rupanya mulai di rundu sedih. Setelah semuanya agak tenang perlahan semua alat-alat medis yang terpasang pada tubuh ayah di lepas oleh seorang perawat.

Tepat di depan wajahnya aku berdiri.
Kuciumi wajahnya untuk yang terakhir kali
Yaa Robb, sungguh takdirmu tiada yang mengetahui
Jagalah ayahku, terimalah semua amalnya
Ampunkan segala dosa-dosanya
Tempatkanlah ia di sisiMu, Aaminn...
Ku tatap dalam-dalam wajah itu, ayah.... selamat jalan, sekarang ayah sudah betul-betul bisa beristirahat dengan tenang, ayah tak perlu  lagi tersiksa dengan sesak nafas, asam urat, kolestrol tinggi, darah tinggi, prostat, kencing nanah, semua sudah pergi ayah.. insyaa Allah semua sakit yang ayah rasakan akan menjadi penggugur dosa-dosa ayah selama ini. Kami akan selalu mendoakanmu yah.. kami akan berusaha menjadi anak yang sholeh dan sholeha yang bisa membantu orang tuanya di tempat dimana dunia ini tak bernilai apa-apa. Innalillahi wa inna ilaihi roojiun.
Jasad ayah di tutup dan di bawa ke ruang jenazah untuk kemudian di bawa dengan ambulans menuju rumah duka. Ibu dan yang lainnya lebih dulu ke rumah untuk memberi tahu keluarga di rumah sekaligus membuka hiasan-hiasan acara walimahan kakak yang masih terpasang di dinding-dinding rumah. Aku beserta k’anwar, ayu dan tanteku asma ikut bersama jasad ayah dalam ambulans, sedang ani ikut dengan mobil suaminya di depan memberi petunjuk jalan.
Ambulans mulai berlalu, aku betul-betul terhenyak di dalamnya, aku duduk tepat di kursi samping kepala ayah, aku terus mengelus wajahnya. Sirene ambulans di nyalakan  sepanjang perjalanan menambah kekalutanku. Ayah yang selalu menelpon menanyakan kabar anak-anaknya, Ayah yang selalu membanggakan anak-anaknya ke semua keluarga juga pada teman-temannya, ayah yang tegas, wibawa, dan sangat karismatik itu kini telah tiada.

Pemakaman ayahku awalnya di rencanakan di kampung tepatnya di desa Opo kabupaten Bone, namun melihat kondisi anak-anaknya lebih banyak berdomisili di makassar, akhirnya di putuskan beliau di kebumikan di makassar saja tepatnya di TPU sudiang. Dan waktu pemakamannya dilaksanakan ba’da ashar karena menunggu nenekku yang baru saja tiba di kampung untuk balik ke makassar lagi.
Kehadiran ambulans rupanya di sambut isak tangis semua penghuni rumah yang masih belum menyangka secepat itu ayahku pergi. Ia pergi disaat baru selesai melangsungkan pernikahan putrinya. Ia pergi usai menyatukan kembali anak-anaknya yang sempat saling tak tegur sapa satu sama lain. Ia pergi di di saat usai menyapa semua keluarganya. Dan ia pergi di saat semua orang begitu mencintainya.
Ayah.. rupanya engkau lebih dulu menyusul adikku alm. Evi yang pada tangga 07 agustus berpulang ke rahmatullah.
Ayah..
Terlalu cepat rasanya semua kebahagiaan ini berlalu.
Masih teringat bagaimana engkau mengantarkan kami ke sekolah. Bagaimana kau dengan sangat bersemangat mengambil rapor hasil ujianku saat masih sekolah dulu. Bagaimana kau dengan tegas membatasi pergaulan kami. Bagaimana kau mengajarkan kami untuk tak bermanja-manja ketika sakit. Bagaimana kau mengajarkan kami untuk terus belajar akan nilai kehidupan yang bukan hanya di petik di bangku sekolahan.
Ayah...
Kami sangat mencintaimu.
Kami begitu merindukanmu.
Kami akan selalu mendoakanmu.


Sasra mirawati
“in memorian, my dad”